Sebuah kereta baru saja
melewati perbatasan Surabaya-Jawa tengah , Pagi itu aku kembali ke kotaku
tercinta Solo. Tiga tahun aku pergi dari
solo untuk bekerja di Surabaya, tapi sebenarnya bukan itu tujuanku pergi, tapi
ku ingin melupakanmu, Tio. Keretapun kembali beroperasi setelah tadi sempat
berhenti di stasiun. Aku yang duduk disisi kanan kereta terus memandang keluar
jendela. Aku termenung, tangan kananku memegang sebuah gelang rantai. Gelang
rantai itu mengingatkanku pada seorang pemuda yang selalu kucintai. Dia adalah
Tio, pemuda jalanan yang ugal-ugalan walaupun begitu dia istimewa untukku. Lima tahun yang lalu aku bertemu dengannya
disebuah taman dekat SMAku.
Namaku
Santi, aku adalah cewek biasa yang sedang bersekolah di SMA 1 Solo. Hari itu
aku frustasi karena Nathan yang diam-diam kutaksir ternyata baru saja jadian
dengan Lia. Aku dongkol, kenapa cowok
ganteng harus jadian sama cewek cantik. Akhirnya untuk mengungkapkan
kekesalanku dengan aku pergi ke taman dekat sekolahku.
“Kenapa
aku terus yang patah hati sich?”
“ Apa
tidak ada seseorang yang tulus mencintaiku apa adanya?”
“Aaaaaaaaaaarrgghhhhh,kenapa
dunia tidak adil untukku?” teriakku kencang-kencang.
Tiba-tiba dari arah belakang terdengar
suara tawa kecil “hahh” yang sepertinya mengejekku. Akupun menoleh kebelakang.
Aku melihat pemuda bergaya punk dengan segala asessoris rantai di tubuhnya,
beranjak meninggalkanku. Aku pun berdiri dan memanggilnya
“oeee!”,teriakku.
Diapun berpaling dan menatapku.
Sejenak aku menatap matanya
dengan tajam penuh aura kebencian. Tapi tatapannya yang begitu tajam
memandangku, membuatku takut. Akupun segera berpaling.
“
gg..gag jadi! Pergi sana!” ucapku pada pemuda itu. Sepertinya pemuda itu sudah pergi dari taman.
Baru kali ini aku takut menatap seseorang. Hari itu aku habiskan waktu ditaman.
Esoknya di
sekolah, aku sengaja tidak keluar kelas. Aku hanya tidak ingin bertemu dengan
Nathan dan Lia. Aku kesal sendiri jika membayangkan kemesraan mereka. Tak kusangka kekesalanku membuatku nyenyak
tertidur di kelas dan apesnya hari itu adalah jamnya Pak Kusno, guru matematika
yang terkenal Killer. Dan benar sesuai dugaanku aku kena hukum mengerjakan
tugas 2 kali lipat.
“sial..
kesialan terus ikut denganku!” pikirku. Saat itu juga aku terbayang wajah
pemuda berandalan yang kemarin aku temui. Aku merasa merinding sendiri. Sambil
berjalan pulang, aku termenung.
“jangan-jangan
sialku hari ini gara-gara pemuda itu? Sial... !” kesalku.Tapi mau bagaimana
lagi aku tidak berani untuk bertemu dia lagi. Aku hanya berharap tidak bertemu
dia lagi. Setelah sampai rumah aku segera mengerjakan tugasku matematika tadi.
Dari 20 soal aku hanya bisa 9 soal dan sisanya aku tidak mengerti sama sekali.
“huahhuaaa
bodohnya aku, begini saja tidak bisa, bodoh ..bodoh!”
“ehh.. tapi tidak semua salahku kug,
ya.. sebenarnya yang salah pak Kusno dengan soal-soalnya yang sulit. Guru itu
sengaja membodohiku, sialan… !” pikirku
“lebih baik aku mengerjakan tugas ini di taman sajalah,
siapa tau otakku jadi brilian dengan suasana baru! Yosssss… berangkat !”.
Akupun
menuju taman dekat sekolahku. Seperti biasa, sore itu suasana taman sepi dan menenangkan,
penuh aroma dedaunan , seluruh taman penuh dengan bunga-bunga, pohon-pohon
kecil dan suara kicauan burung-burung kecil.
“hahhhh (menghela napas) … nyamannya.
Rasanya otak baru saja di refresh. Jadi malas ngerjain tugas!” teriakku
“hari ini santai sajalah.. masa bodoh
dengan tugas.. who’s care? I can’t finish it !”.
“
You run again? Hahh!” kata seseorang di belakangku.
Akupun menoleh ke belakang, dan
benar saja sesuai dugaanku, pemuda punk kemarin sedang berdiri di belakangku.
Dia menatapku tajam. Jantungku berdegup kencang, nafasku serasa sesak dan
rasanya tenggoroan ini kering sampai aku tidak sanggup untuk bicara. Aku
benar-benar takut. Dalam keadaan itu, akupun beranjak pergi darinya. Tapi, dia
menangkap erat tanganku.
“sampai kapan kamu seperti ini, selalu
kabur dari masalah, itu semua hanya akan membuatmu semakin bodoh!” ucapnya.
Mendengar ucapannya, aku merasa
kesal.
“oeee! Apa hak kamu bilang seperti itu
padaku. Memang kenapa kalau aku bodoh, hah!” jawabku kesal
“ hah(menghela napas) .. susah ternyata
ngobrol sama cewek bodoh macam kamu!” ucapnya
“ ow.. kalau seperti itu, ya sudah,
kamu hanya akan buang-buang waktu untuk bicara dengan orang bodoh seperti ku.
Sekarang, lepaskan tanganku ! “ jawabku kesal.
Bukannya
dia melepas tanganku, tapi malah menarikku menuju saung taman dekat
kolam
ikan.
“
Mana bukumu? Hari ini aku berbaik hati untuk mengajarimu!” tanyanya
“tidak
usah, makasih. Aku pergi saja!”jawabku marah.
Aku berusaha melepaskan genggamannya
tapi malah dia semakin erat memegangku. Dia menatapku tajam. Karena takut
akupun hanya bisa diam dan menurut. Sore itu aku diajari matematika oleh pemuda
berandalan. Benar-benar tidak masuk akal. Tapi aku tidak menyangka pemuda punk
seperti itu sangat pandai.
Setelah
itu, beberapa kali aku bertemu dengannya. Pemuda punk bernama Tio. Dia
mahasiswa salah satu univesitas swasta di solo. Penampilannya memang seperti
itu. Tio berkata dia nyaman dengan penampilannya saat ini. Dia merasa menjadi
dirinya sendiri walau banyak yang menyayangkan tentang penampilannya. Aku dan
Tio semakin hari semakin akrab. Aku
merasa tidak canggung atau takut lagi dengannya. Aku merasa nyaman berada didekatnya.
Beberapa kali aku ditolong oleh Tio . Seperti saat itu, waktu dompetku dicopet.
Sorenya Tio datang ke rumah dengan wajah
lebam di kening. Dia membawa
dompetku dan bilang “ aku terlambat, uangnya sudah hilang tinggal dompet ini
aja, dan pencopetnya sudah aku serahkan ke polisi. Nanti kamu diminta ke kantor
polisi untuk dimintai keterangan”. Entah kenapa aku merasa di istimewakan saat
itu. Tio juga sangat perhatian dan dia selalu ada untukku saat aku suntuk.
Beberapa kali aku bolos sekolah hanya untuk bersenang-senang dengan Tio. Kami
bersepeda, saling bergurau, dan memberi makan ikan di kolam ikan taman. Sampai suatu ketika saat kami duduk di
tepi kolam.
“aku
merasa lebih kuat kalau melihat kolam ini?”ucap tio.
“ehh,
kenapa?” tanyaku.
“
dari kecil aku selalu bermasalah. Aku berkelahi pertama kalinya di sini. Saat
itu aku menang..” ucapnya
“
Kamu benar, kamu memang seperti kolam.” jawabku
“ehh,
kenapa?”tanyanya.
“ra-ha-si-a.
Hahahahaha”. jawabku menggodanya. Hari itu adalah hari yang sangat
menyenangkan. Aku merasa semakin mencintainya tapi dia yang sempurna membuatku
bernyali ciut untuk mengungkapkannya.
Aku
tersadar dari lamunanku ketika kereta berhenti. Ternyata aku sudah sampai di
kotaku tercinta, Solo. Untuk sampai di
desaku aku harus kembali naik becak motor. Perjalananku untuk sampai rumah
adalah 10 km.
“kamu memang seperti kolam tio,
sederhana tapi memberi kehidupan untuk ikan kecil sepertiku”pikirku dalam Bemo.
Di dalam becak aku kembali
termenung. Saat itu hujan deras mengguyur solo, karenanya
aku berteduh di halte bis. Tidak lama berselang banyak orang-orang yang datang.
Perhatianku tertuju pada segerombol mahasiswa yang berlari dari seberang jalan
untuk berteduh. Diantara 4 mahasiswa itu aku menemukan Tio diantara mereka. Aku
senang sekali, lama sekali aku tidak bertemu Tio, dua bulan dia sulit dihubungi.
Akupun menemuinya, dan menanyakan kabarnya. Tapi tak kusangka dia terlihat acuh
dan seperti tak mengenaliku. Dia berlalu pergi meninggalkanku. Di tengah hujan
deras dia berlari menghindariku. Aku sempat kesal padamu, Tio. Tapi aku
tersadar, aku dan dirimu berbeda. Kamu sangat sempurna untuk diriku yang biasa.
“Memang aku bodoh, harusnya aku sadar
dari dulu. Harusnya aku tadi tidak
membuatnya malu di depan teman-temannya!” pikirku.
Sejak saat itu aku tidak pernah
lagi ke taman dekat sekolah. Aku membenci tempat itu. Sudah satu bulan aku move
on dari Tio. Aku sudah tidak ingin memikirkannya. Sampai suatu ketika aku
bertemu Tio disebuah apotik. Kali ini dia berbeda, dia memakai sweater dan
memakai topi kupluk. Dia terlihat pucat. Aku melihatnya membawa banyak obat dalam
kantong. Aku memberanikan diri menyapanya, seperti biasa dia acuh kepadaku.
Entah kenapa aku merasa ada yang tersakiti sehingga air mataku terjatuh
merasakan sakit yang amat dalam.
Secara tak
sadar aku mendekat ke apoteker dan bertanya kepada apoteker tentang suatu hal.
Mendengar jawaban dari apoteker aku terkejut, rasanya tubuh ini mati rasa.
Rasanya aku tidak bisa mempercayai apa yang barusan aku dengar. Akupun segera
berlari kencang mencari Tio. Aku berlari, dan berlari. Dalam tangis aku memanggilmu
dan mencari sosoknya.
“Tio..Tio..Tio..”teriakku
Dari kejauhan aku melihatnya. Aku
melihat Tio. Aku segera berlari ke arahnya .
Tio menatapku tajam.
“
kau! Kenapa kau disini ! pergi kau dari
hadapanku ! (tio memalingkan muka)”, ketus tio
Sambil menangis aku menampar Tio.
Aku menatapnya tajam.
“sudah
puas kamu membohongi dan mengacuhkanku? Kenapa? Kenapa kamu tidak bilang padaku
tentang penyakitmu? Kenapa kamu menyembunyikan segalanya? Kamu .. puas
membuatku seperti ini!” teriakku.
“tidak
ada alasan untukku untuk berkata puas. Lagipula apa untung aku berkata jujur
pada orang bodoh sepertimu? Buang-buang waktu saja!” ucapnya
“yah….
Iya .. memang aku bodoh. Aku bodoh ..!” jawabku berlari menjahuinya.
Aku terkejut saat tahu kalau dia
menderita sakit kanker selama tiga bulan belakangan ini. Aku merasa bersalah
berfikiran yang buruk tentangnya . Selama dua hari aku tidak bisa tidur, aku
hanya memikirkannya. Yang aku fikirkan hanya Tio. Akupun mencari informasi
tentangnya.
Sore itu
aku pergi menuju rumah sakit Dr.Islan di solo. Aku menuju kamar 201. Saat aku
sampai di depan pintu kamar aku menghela nafas dan menghapus air mataku. Akupun
membuka pintu dan melihatnya terbaring menatap luar jendela. Aku mendekat.
“sedang apa kau disini, jangan melamun
sore hari. Dasar kurang kerjaan!”ucapku mendadak.
Dia tersontak kaget.
“kenapa
kau disini, pergi sana!” ketusnya
“jangan berani-berani kamu
memerintahku, kamu tidak ada hak. Mulai sekarang aku yang akan merawatmu.
Mumpung aku lagi berbaik hati!” ucapku
“dasar bodoh.. kamu meniruku ya? Hahahahaha
apa kamu tidak bisa berkata-kata lain. Dasar bodoh!”jawab Tio.
Sejak saat itu aku, aku selalu
merawat Tio di Rumah sakit. Aku menemaninya, aku membuatkannya topi rajut,
membuatkannya bubur ayam, memotongkan buah untuknya dan banyak sekali hal
menyenangkan lainnya. Selama satu bulan lebih aku mencurahkan segala rasaku
padanya. Sore itu, ketika aku tertidur di ranjangnya. Dia tiba-tiba
membangunkannku.
“Santi,
dulu kamu pernah bilang aku seperti kolam kan? Tapi aku ingin menjadi
langit (menatap ke langit)” ucap Tio
“ehh.
langit, kenapa? “jawabku
“ aku ingin selalu bisa melihat orang
yang aku cintai dari atas. Aku ingin menjaganya dan selalu ingin bisa
menemukanmu dari langit!” ucapnya.
“ehh..
aku?”jawabku
“yah.. kamu Santi. Selama ini aku
mencintaimu. Dan sepertinya keberadaanmu di sini mengisyaratkan kalau kamu juga
memiliki rasa yang sama. Iya kan?”ucap Tio
“Kamu
sok tau seperti biasa,menyebalkan!” jawabku ketus.
Saat itu aku sangat senang sekali
karena Tio memiliki perasaan yang sama denganku. Setelah itu, Tio memberiku
gelang rantainya. Dan berkata,
“ini akan selalu menjagamu dan berada
di tanganmu. Kamu tidak perlu merasa kesepian jika sendiri. Tataplah langit dan
pegang gelang ini. Aku akan datang untuk melihatmu dari langit!”ucap Tio
Sambil menangis aku bilang pada
Tio
“aku tidak ingin gelangmu. Aku ingin
Tio!” jawabku
“santi,
tatap mataku dan jangan menangis. Tersenyumlah!”pinta Tio
Akupun tersenyum di depan tio.
Dia terlihat lemah saat itu. Setelah dia membalas senyumku, dia menutup mata.
Dan ternyata saat itu adalah saatku kehilangan Tio.
“neng,
sudah sampai neng,” ucap sopir bemo.
Akupun segera menghapus air
mataku karena teringat masa-masa sedih itu. Aku berjalan menyusuri jalan. Dan
kakiku terhenti saat aku sampai pada taman dekat SMA lamaku. Aku segera berlari
menuju kolam ikan di sisi barat taman. Aku tiduran dekat kolam dan memandang
jauh ke atas langit. Aku memegang gelang rantai itu.
“Tio
, aku sudah kembali!” teriakku kencang-kencang.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar